Bukan karena pas film ‘Kuntilanak Beranak’ tayang di bioskop di Jabodetabek saya pergi ke Pontianak ;-p. Sebagai warganegara Indonesia rasanya masih nelangsa kalau sudah berkunjung ke aneka tempat/negara di dunia ini tetapi belum berkunjung ke Pontianak. Kenapa? Karena waktu SD dulu saya selalu digembar – gemborkan bahwa kita harus bangga dengan negeri tercinta, Negeri Khatulistiwa – Zambrud Khatulistiwa. Satu negara yang ‘beruntung’ dilintasi oleh titik equator. Karena terlalu luasnya, saya yang di Jawa masih belum melihat dengan mata kepala sendiri ‘titik tepat’ garis khatulistiwa kebanggaan guru IPS zaman SD.
Hiks...nelangsa khan kalau udah berkunjung dan melihat dengan mata kepala sendiri aneka landmark di dunia, namun belum melihat landmark Khatulistiwa secara langsung? Lah...daku khan orang Indonesia, negeri yang dikaruniakan oleh-Nya permata Khatulistiwa yang tidak semua negara memiliki karunia ini.
So begitu dapat info kakak en ibu ingin berkunjung ke kota salah satu pulau terbesar di dunia ini, saya langsung samber koper. Anggaran untuk jadi turis koper (bukan backpacker) memang nggak ada...hehehe...justru itu mumpung ada yang mau kesana saya ikutan dengan modal dengkul. Tiket Garuda nomer penerbangan GA504 baru didapatkan beberapa jam di bandara. Kakak dan ibu saya yang sudah memegang tiket terlebih dahulu terbang, sedangkan saya melintasi selat Karimata tanpa didampingi oleh keluarga.
Yes, This Is Capital City of West Borneo
Sampai airport Supadio sempat melongo nggak ngerti mau ngapa’in karena nggak ngerti tempat menginap dan kakak saya belum menjemput. Hape kakak saya tidak aktif. Baru deh setengah jam kemudian kakak saya kelihatan, dan kami langsung menuju Hotel Kini (*3) di Jln Nusa Indah Pontianak. Hanya berdiam sejenak di hotel, saya dan Mbak Lien (kakak saya) langsung keluar hotel untuk menelusuri daerah sekitar hotel sambil mencari makan malam. Ibu sih nyantai aja di kamar hotel sambil menikmati sinetron kesayangannya.
Menelusuri jalan Patimura terdapat deretan kios penjual cinderamata/souvenir, makanan, kaos dan semua khas Kalimantan Barat – Jalan Patimura ini memang merupakan pusat penjualan oleh – oleh di Pontianak. Hanya menyeberang jalan hotel yang kami tinggali malam itu.
Makan malam di Cafetaria Segar Ria yang terletak beberapa meter dari pusat penjualan souvenir. Disana memang berderet tenda – tenda dan rumah makan permanen. Yang banyak dan khas di deretan penjual makanan tersebut adalah Mie Tiaw dari yang disiram sampai di goreng. Saya sih pesan Mie Atom Rebus alias mie kuning yang direbus dengan daging sapi dari beberapa jenis. Sebelum balik ke hotel kami berdua membeli roti di Kaisar Bakery yang sepertinya terkenal di Kalimantan Barat. “Bread Talk” lokal-nya Pontianak kaliiii....
Kalau mau makan biasanya memang di sekitar Jln Patimura, Jln Gajah Mada dan Jalan Diponegoro. Di hari kedua daku makan disekitar Jln Diponegoro, seberang Hotel Santika.
Hotel *3 to Hotel*3- Kriteria *3 yang Tak Standard
Karena satu sebab kami pindah ke Hotel Kapuas di Jln Gajah Mada. Dari luar hotel ini tampak lebih mewah dibandingkan hotel sebelumnya, apalagi hotel ini memang seringkali digunakan oleh para pejabat en katanya sih Presiden SBY pernah menginap di hotel ini ketika berkunjung ke Pontianak. Bahkan ketika saya menginap disini berbarengan dengan para gubernur se-Kalimantan yang akan mengadakan acara. Mobil dinas para gubernur terparkir di tempat parkir yang sebelumnya diparkiri oleh mobil full dempul yang mengantar kami...hahaha...soalnya sebelumnya Mbak Lien memang belum menghubungi pejabat setempat, jadi kami charter kendaraan se-adanya Nggak ngerti deh ada acara apa, saya sih sempat dijelaskan oleh pejabat PU dan pejabat Pemda yang mengantar dan menjemput kami, tetapi saya nggak terlalu menyimak. Urusan pemerintahan yang singkatannya bikin orang gak napsu ngapalinnya kalau gak ada urusannya langsung...hehehe....
Selama menginap di hotel tersebut ada 2 acara resepsi pernikahan, pertama pernikahan adat Jawa dan dihari berikutnya resepsi “adat” China International di pinggir kolam renangnya. Saat persiapan acara resepsi pernikahan di kolam renang tersebut, daku sempat melongok en poto2an di lokasi acara. En yang nggak saya kira adalah....siangnya di Function Hall 2 ada BOP Synergy! Hahaha...nggak ngira banget deh, dunia kecil....apalagi saat breakfast bareng dokter Hardjanto dari Solo. Padahal biasanya kami ketemuan di Jakarta.
Terus terang ajah, untuk aneka fasilitas dan service saya lebih nyaman di hotel sebelumnya walaupun secara kasat mata hotel yang pertama lingkungannya seperti pasar. Di hotel yang langganannya para pejabat pusat ini justru sempat membuat saya 3 kali terkurung di dalam lift. Sudah pencet alarm ‘call’ dalam lift...tetap aja nggak ada respon. Alhamdulillah hape masih aktif, jadi saya langsung menghubungi resepsionis yang justru akan menghubungkan ke bagian teknisi dan meminta agar saya menceritakan keberadaan kami yang terkurung di dalam lift. Haaalllaaahhh....orang lagi terkurung di lift diminta cerita! Telmi banget sih, Mas! Walaupun udah ada korban, tetap aja lift dioperasionalkan tanpa ditulisi bahwa lift rusak, karena sore-nya ada lagi 2 anak kecil dan polisi yang terjebak di lift tersebut. Anak2 kecilnya sampai teriak-teriak dan terdengar sampai luar lift, ketika lift terbuka kami langsung menyarankan mereka pindah ke lift lain. Hehehe..polisinya sampai pucat tuh....mungkin dia sedang diminta menjaga 2 anak atasannya. Selain itu, saya dibuat mangkel benggel dugel saat battery hape mati! Saat ingin nge-charge....saklar kontak listriknya berlobang pipih 3....aammmppuuuunnn, ini di NZ or Pontianak seh?! Padahal di hotel sebelumnya saya leluasa mengisi battery. Pokoknya selama di hotel pertama kami tidak pernah menelpon resepsionist atau roomservice karena semua kebutuhan kami terpenuhi, sedangkan di hotel kedua dalam sehari kami bisa beberapa kali menelpon resepsionist, roomservice atau housekeeping. Menyalakan telivisi aja harus manggil teknisi, trus kami dijelaskan cara menyalakan tv tersebut. Berasa gaptek dah gue! Sandal kamar dan penyumbat bathup aja harus diminta terlebih dahulu!!! Mbak Lien sampai menunda niatnya untuk berendam di bath-up, sedangkan saya menggunakan bath up sebagai KBU wartel! Hehehe...Mr.D nelpon dari Jakarta minta cerita aktifitas saya seharian ini, en kalau nelpon di kamar khan ada nyokap en Mbak Lien...jadinya saya masuk kamar mandi en nangkring di bath up sambil telpon-telponan deh. Please, walaupun nangkring di bath up daku sungguh berbeda dengan bintang iklan kartu GSM yang saat itu kami pakai, yang nangkring di pohon tuh...;-p
Menu breakfastnya juga lebih mantap di hotel pertama. Aaaah...untungnya sih gak ada angket or quis’ner penilaian hotel tersebut. Kalau ada bisa ancur dah tuh nilai yang daku kasih! Hhhmmm...kalau secara pribadi sih sebenarnya staff hotel-nya sama seperti masyarakat Pontianak kebanyakan, helping ...namun sebaiknya level kecepatan kerja-nya harus pada di tingkatkan deh! Salutnya sih selama di Pontianak saya nggak pernah lihat orang bersikap kasar.
Ibu Kota namun Bukan Pusat Wisata
Secara umum sebenarnya ibu kota di Indonesia merupakan sarana pariwisata. Makanya saya menyayangkan banget melihat kondisi Kraton Kadariah Kasultanan Pontianak dan Tugu Khatulistiwa yang potensi-nya tidak didongkrak secara maksimal.
Di Kraton Kadariah, kami ditemani oleh pengurus kraton yang menyambut kami dengan ramah, seorang ibu yang merupakan salah satu cucu dari Sultan ke-VI. Disalah satu kamar terdengar jeritan tangis bayi, cicit dari Sultan – menurut ibu tersebut yang mendampingi kami selama di kraton. Dari sini saya jadi “mengenal” desainer lambang negara kita, Garuda Pancasila yang sering nampang di kantor pemerintahan didampingi oleh RI1 dan RI2. Yang merancang adalah Sultan Hamid II, keluarga Kraton Kasultanan Pontianak...hhmmm,lumayan ganteng loh-pantes jadi aktor...hehehe...
Sama hal-nya seperti ketika saya bepergian ke suatu tempat, saya pasti meniatkan untuk kembali lagi suatu saat nanti. Insya Allah suatu saat saya kembali ke Pontianak – sekaligus laju ke Kuching – Malaysia plus Brunei Darusalam melalui jalur darat. Selama di Pontianak kami berpapasan dengan kendaraan pribadi registrasi Malaysia, bahkan ketika keluar dari Kraton. Sempat juga berpapasan dengan bus umum Pontianak – Kuching yang nomer registrasi-nya luar negeri. Saya pikir ini merupakan hal langka, selain di Pontianak dan beberapa wilayah Kalimantan serta (mungkin) di Papua. Selama di Batam sih saya nggak pernah lihat kendaraan pribadi beregistrasi Singapore/luar negeri, kalau kendaraan pribadi build up sih beberapa kali lihat deh di Batam.
Sekarang saya siap – siap untuk packing lagi....Kemana???? Hhmmm...nyoba kereta eksekutif baru...heheheh...nggak ngerti deh sampainya kemana ;-p
gue keknya kl ke hotel2 di dlm maupun luar kota ga pernah ada mslh deh. yah scr always dibayarin, jd tinggal molor aje.
ReplyDeleteSeru deh ke pontianak, aku mentok2 nya keluar jawa cuman ke Bali, halah..
ReplyDeleteBtw, ditunggu cerita jalan-jalan selanjutnya yah mba..
Gw bermasalah justru baru sekali ini deh...secara juga dibayarin seh,tp gue gak mau dah kalau cuma molor doang ;-D
ReplyDeleteAku justru niat bikin tulisan ttg Semarang en Pulau Jawa nih....
ReplyDeleteDoa-in aja bisa segera ke Karimun Jawa en Cilacap ;-)