Dua hari pasca Christmas Mas Tunggal mendadak mengajak ke Semarang. Dua jam sebelum keberangkatan, jadinya hari itu aku cancel rencana hari itu ke Synergy bareng Dian untuk menemui Pak Ali dan Dr.Roy. Ke Semarang juga mau nganterin brosur Synergy ke Ely and kalau memungkinkan bikin home meeting di hotel sekalian. Jadilah siang itu daku bersama Mas Tunggal keluarga dan sopirnya (yang Art Director film Ca Bau Kan – real!) berangkat ke Semarang. Terlebih dahulu makan sore di Rest Area Km 57, RM Padang Sederhana. Di sana aku sms Ely supaya mempersiapkan materi untuk pembahasan Synergy nanti malam.
Shalat Maghrib di rest area toll Kanci Cirebon dan makan malam di KFC Pasifik Mall Tegal – Jawa Tengah, sekalian daku beli pulsa GSM dan Mas Tunggal beli 3 kaset. Wuuiih udah ada KFC, Es Teller 77, Pizza Hut, Dunkin, M Studio, Naughty and Guardian. Tegal sudah bertabur franchise business rupanya ;- Kenapa nggak ada kedai teh poci khas Tegal seh???!!!!
Barulah jam 11 lewat kami sampai di rumah Semarang.
Paginya Ely baru nongol di depan hidungku . Kami sudah siap – siap berangkat ke Jepara, kota Kelahiran RA Kartini si Pahlawan Emansipasi Wanita. Aku langsung menyodorkan chlorophyll ke Ely. Kebetulan Mbak Rita ngajakin Ely juga, jadi Ely bisa sekalian ikut. Daku gak enak ati kalau yang ngajak daku karena kakinya Mbak Rita khan dalam masa recovery jadi tempat duduk di mobil harus leluasa. Jam 8-an Tavera melaju menyusuri “Little Netherland” yang jadi salah satu obyek wisata unggulan Semarang, start dari yang paling ujung Hotel Raden Patah (Budgeting Hotel – Backpacker Clas yang dulu pernah masuk list Lonely Planet), Kantor Polisi, Gereja Blenduk, dan berderet bangunan peninggalan Belanda yang seringkali dijadikan shooting film.
Terlebih dahulu kami check in di Hotel Horison (*4) kawasan Simpang Lima Semarang.
Hanya meletakkan travel bags kemudian lanjut ke Jepara, melewati Demak tetapi nggak lewat Kudus. Makan siang di RM.Ismun Jln Margoyoso yang kecapnya khas. “Bentuk” kecapnya seperti madu dan rasanya manis banget. Setelah lunch kami hunting furniture ukiran Jepara yang showroom-nya berderet di sekitar Jepara. Masih banyak yang tutup. Mbak Rita dan Mas Tunggal yang sedang merenovasi rumah berencana membeli jendela yang berukir khas Jepara. Salah satu showroom mengaku kalau dia-lah yang mendesain ukiran interior rumah Probosutedjo, artis Roy Marten dan beberapa seleb lainnya, bahkan juga mendesain rumah Joglo Jawa Tengah lengkap dengan ukiran-nya untuk dikirim ke Pulau Karibia. (Awas loh kalau Malaysia sampai ngaku’in ukiran Jepara di resort mewah Karibia asalnya dari Malaysia!!!!).
Kami sempat mampir ke dermaga Pantai Kartini. Dari pelabuhan ini-lah kapal Karimun membawa penumpang ke Pulau Karimun Jawa. Ombak terlihat begitu liar, angin juga bergemuruh. Hal itulah yang membuat kapal Karimun sudah dua hari tidak beroperasi. Daku sih sempet berfoto ria di depan kapal tersebut. Ini salah satu impian daku dan Tary, visit to Karimun Jawa sambil mencari inspirasi novel. Bahkan Ratih Kumala, si penulis novel Tabula Rasa yang bukunya masuk dalam list “The books must read before die” ngerengek minta ikutan kami berdua. Hahaha...
Di Jepara sempat diminta Ronald untuk menelponnya karena ada hal penting yang harus dibicarakan. Duuuh, Bang, daku lagi di pinggir sawah nih....pulsa gak cukup untuk nelp ke Surabaya. Lah, hape aja daku silent total.Untungnya sih Ronald nelpon duluan. Emang deh, bisnis itu harus dilakukan dimana saja dan kapan saja dan oleh siapa saja. (Chlorophyll is better than Coke...hahahaha)
Sore kembali ke Semarang, ke Hotel Horison. Malamnya kami makan di salah satu rumah makan yang bikin Sekar nggak napsu makan dan akhirnya malamnya harus beli makanan lagi di Pizza Hut yang masih satu area dengan hotel. Hotel Horison Semarang “layout lokasi”-nya mirip dengan hotel – hotel yang ada di Singapore.
Setelah meninjau beberapa rooms yang rencananya mau aku bikin jadi meeting room or ruang aktifitasku untuk meluaskan network dan pasar di Semarang, aku en Ely menuju ke Dorang, warteg bersih yang ada menu andalanku, yakni telor ikan yang gede. Menu warteg ini relatif lengkap dan lezat loh. Tempatnya juga bersih. Yang makan disini banyak yang bermobil pribadi. Mungkin seperti Warmo Tebet, tapi soal kebersihan dan kenyamanan tempat, daku lebih mantap di Dorang. Ini aja daku “bela-belain” nggak breakfast di Hotel Horison lantaran aku ingin menikmati menu Warteg Dorang . Semula ingin dijemput pakai Tavera tetapi karena Seno main PS di hotel (playground Hotel Horison ada PS-nya) dan Mbak Rita creambath di salon mall hotel, jadinya selesai makan daku en Ely berbecak ria ke Hotel Horison. Satu moment bahagiaku adalah naik becak! Hal langka yang bisa terjadi di Jakarta.
Dari Hotel Horison kami menuju arah Grobogan. Eh udah naik mobil yg dikemudikan Mas Tunggal, bukan naik becak. Kasihan banget tukang becaknya kalau daku minta anter ke Grobogan. Niat awal ke “miniaturnya Sidoarjo”, tetapi karena hujan lumayan deras, akhirnya kami berbelok ke Mrapen yang terletak di pinggir jalan Raya Semarang – Purwodadi Km.36. Melongok peninggalan Sunan Kalijaga, yakni : Api Abadi, Sendang Dudo yang airnya mendidih namun tidak panas dan batu bobot yang sebenarnya merupakan landasan salah satu tiang kerajaan Majapahit yang ingin dibawa ke Demak namun karena berat jadinya ditinggal oleh Sunan Kalijaga, daripada menghambat perjalanan gitu loh!
Api Mrapen ini yang api-nya diambil untuk obor pesta olahraga, dari Ganefo tahun 19963 hingga PON IV 1996. Sayang banget deh area Mrapen ini kurang terawat. Bahkan pengunjung hanya kita. Ada sih cowok – cewek pendatang. Mereka berdua masuk dalam bilik Batu Bobot, kata penjaga warung tempat aku beli teh botol di dekat situ katanya kedua orang tersebut berdoa, dan banyak yang “ngalap berkah” di Batu Bobot. Daku sempat diledekin Mas Tunggal,”An, nggak usah malu-malu tuh....katanya mau minta supaya dagangan-nya laku keras!”
Hahaha...supaya dagangan laku keras mah gelar aja dagangan di alun-alun taon baru’an nanti, bukan berdoa di depan/dekat batu gituh. Lah Sunan Kalijaga ajah sampai ninggalin tuh batu, trus kenapa kite justru “nyembah-nyembah” tuh batu. Nyembah Hajar Aswad yang udah jelas di Rumah Allah aja udah masuk kategori musyrik, apalagi batu lain. Wait...wait...soal ini mah daku pendapat pribadi aja yak, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap toleransi kepercayaan sesama mahkluk ciptaan-NYA.
Dalam perjalanan kami sempat lihat warung dengan spanduk yang menyeramkan loh. Spanduk bertuliskan dan bergambar : ular, biawak dan kodok, tulisannya : Extrem Kuliner. Hiiii...lihat spanduk dan warungnya aja serem gituh. Kalau kita masuk ke warung itu mungkin kita akan lihat ular lagi ngejar-ngejar kodok??! Trus biawaknya tepuk2 tangan ngasih suporter.Nggak sampai 5 km dari warung itu aku melongo lagi membaca spanduk di warung berikutnya, salah satu menunya : Rica Rica Kuda! Waaaw, ternyata Grobogan banyak menawarkan aneka kuliner “ajaib”, dan yang menawarkan adalah warung sekelas kaki lima – bukan restaurant atau rumah makan permanent.
Dari Mrapen kami sempat mampir ke salah satu perumahan baru di Semarang. Ada sih niat punya rumah pribadi di Semarang, yang lokasinya keren dan nyaman. Setelah itu kami meluncur ke Semarang atas, tepatnya ke Watu Gong. Artikel dan foto lengkap mengenai Watu Gong akan aku upload di MP kalau sudah dimuat di media cetak dulu yaaaa......
Dinner hari ini di Kampung Laut Suki, restaurant unik pinggir laut sekaligus tempat rekreasi di Utara Semarang. Soal tempat ini lebih lanjut...nanti daku review. Hehehe...pokoke menu dan tempatnya mantap!
*Dan keesokan hari-nya kami bertolak dari Semarang. Melakukan “On The Way Travelling” (halah..istilah apa’an pulak!?) Kalau dibikin artikel lagi bakal panjang, so nanti aku tulis lagi ah. Foto sebagian juga akan Anna upload, sebagian sih tunggu setelah dimuat di media cetak ajah. Banner diatas adalah banner website-nya pemerintah Semarang.
2008 daku bakalan banyak mobile nih, menyusuri setiap sudut negeri tercinta. Menjadi saksi bahwa Indonesia-ku kaya akan seni dan budaya agar tidak diakui oleh bangsa lain. Indonesia, merupakan salah satu wujud cinta Allah kepadaku. Karena mobile itu nomer CDMA-ku akan beralih menjadi nomer yang banyak angka 8-nya. Jadi gak perlu ganti2 nomer ke tiap kota walau pakai CDMA.Kemaren sempet bete sama operator CDMA yang sudah 2 tahun ini aku pakai. Kalau untuk di Jakarta aja sih lumayan irit deh nelp pakai ini, tp kalau sering keluar Jakarta....nggak deh! Biarpun tuh operator ngejanji'in bakal ngasih duit kalau kita jadi "aktifis" user operator itu. Ngapa'in juga ngarepin duit 50 perak doang kalau gara2 teknis bisnis 50 milyar melayang lantaran susah dihubungin?? Lagian ngapa'in juga bikin kaya raya orang yang udah paling kaya raya di Indonesia?
kl di daerah ada yg jual sop bayi bakar.. keknya enak tuh! aku mo nyoba!
ReplyDeletetp keknya musti nyari org yg bs dititipin udang bu rudy dulu neh...
Maksud dikau sop bayi udang?
ReplyDeleteSusah tuh nyari udang cewek yang namanya Rudy, yang ada juga Ronald ;-D
Kmrn gak sempet minta Abang ke Semarang, krn daku masih bisa nanganin sendiri.Sementara nitip ke Bu Ratih dulu ajah, dia khan di Sby juga ;-)
iye, mo bayi udang, bayi pitik, bayi bebek, pokoke yg bayi2 dah.
ReplyDeleteaku ga berani nitip ratih, takutnya dia abisin sendiri... hehehehe...
Enaknya, mba Anna ini..jalan2 terus..
ReplyDeleteCerita jalan2 nya selanjutnya ditunggu loh..
*membaca adalah jendela dunia, dr membaca blognya mba Anna, jd berasa jalan2 kesana kemari*, hehe..
Iya, Julia...aku senang jalan2.
ReplyDeleteDoa'in supaya aku bisa jalan2 terus ya ;-)
Resolusi 2008 & 1429 H memang mau jalan2 terus sambil bikin tulisan dan njalanin bisnis ;-)